Haruskah Kerja (kantoran)?

Buat mengawali tulisan kali ini, gw sekedar memberi tahu bahwa ide-ide yang muncul di dalam tulisan ini sepenuhnya adalah rangkuman dari buku-buku yang pernah gw baca, dengan mungkin hanya sedikit bumbu dari gw. Karena itu, all the credits go to the authors of those books :).

Pemikiran ini sebenernya muncul dari sebuah tweet dari temen gw pagi-pagi. Bunyinya kurang lebih seperti ini:

Rasanya kayak apa sih kerja kantoran?

Usut punya usut, kelihatannya orang tua si teman yang bersangkutan lebih memilih anaknya jadi pegawai kantoran ketimbang mengikuti passionnya. Masalah klasik sih, dan sebenarnya salah satu orang yang paling dekat dengan gw pun mengalami hal yang sama. Orang tuanya lebih prefer buat dia untuk kerja di bidang oil & gas (alasannya cukup jelas ya) sementara si anak gak tertarik dengan bidang tersebut. Dan gw rasa bukan cuma mereka yang didesak untuk segera cari kerja, banyak yang juga merasakan.

Hmm oke, jadi kalau dari pengamatan gw sejauh ini, tentu orang tua ingin yang terbaik buat anak mereka. Tapi mungkin selama ini yang tertanam di mindset orangtua adalah bahwa yang terbaik adalah dengan menjadi seorang pegawai di sebuah kantor. Perusahaan asing yang besar lebih baik lagi. Dan jadi seorang pegawai di BUMN tentu akan jadi jauh lebih baik lagi, dengan segala tunjangan dan jaminan masa depan yang secure. Sampai saat ini pendapat yang masih dominan adalah bahwa yang namanya bekerja itu adalah pakai kemeja rapih + celana bahan, dan kerja di kantor hari Senin-Jumat jam 8 pagi sampai 5 sore. Monoton memang, tapi toh itu menjaga dapur tetap ngebul.

Tergelitik dari apa yang dituliskan dalam buku “Your job is not your career” karya Rene Suhardono, perlu disampaikan bahwa yang namanya pekerjaan bukan karir kita (seperti judul bukunya hehehe).  Pekerjaan adalah sesuatu yang dimiliki oleh kantor kita bekerja dan tidak akan pernah menjadi milik kita. Sementara, karir terkait dengna passion dan tujuan hidup kita dan tidak akan ada yang bisa mengambilnya dari kita. Ini benar-benar harus diperhatikan. Agak disayangkan bahwa (kata Rene) banyak orang-orang yang sudah mencapai posisi tinggi dalam pekerjaannya, tapi tidak bisa menjawab ketika pembicaraan beralih menjadi tentang passion dan tujuan hidup.

Karena itu coba kita lihat lagi soal pilihan karir kita. Memang, kita bisa cari aman dengan bekerja di sebuah perusahaan yang menjanjikan pekerjaan dengan masa depan yang pasti. Tapi yaa kalau ternyata tidak sesuai dengan passion kita ada kemungkinan kita tidak akan pernah mecapai puncak dari perkembangan kita. Agak sayang ya? Padahal perlu diingat bahwa masing-masing dari kita adalah individu yang unik, yang tentunya diciptakan oleh Tuhan dengan tujuan masing-masing. Dan karena kita unik, rasanya agak absurd bahwa kita harus mempaskan perjalanan hidup kita dengan apa yang oleh umum mungkin dianggap benar.

Memang sih, mencari passion itu susah. Dan itu bukan proses yang cepat, dan harus dilakukan terus menerus. Bahkan sekarang di mana gw bekerja di Perguruan Kipas Merah (bukan nama sebenarnya), pikiran “ini bukan passion gw” sering terlintas di kepala. Kalau sekarang gw mencoba melihat ke dalam diri gw sendiri apa passion gw, mungkin memang belum spesifik. Tapi kalau disederhanakan menjadi “Apa hal yang gw seneng lakukan?”, maka jawabannya adalah belajar. Yeah, I enjoyed reading textbooks. I enjoyed banging my head in frustration during research, only to find out the solution later. Makanya gw pengen S2, dan mungkin ini menjadi satu langkah lagi buat gw untuk semakin mendekati karir yang berkaitan dengan passion gw.

Jadi kembali lagi ke kita. Kita gak bisa hidup untuk selamanya, dan hidup adalah pilihan. Jangan sampai kita terlalu sibuk mempersiapkan hidup tanpa pernah benar-benar hidup. Kalau memang kerja kantoran memberikan kepuasan diri buat kalian, berarti mungkin itu memang passion kalian. Dan kalau ternyata enggak, “stay hungry, stay foolish”. Cheers buat ELMMVII yang akan lulus Oktober ini dan akan memasuki kehidupan pasca S1, may you find your passion and purpose in life 🙂

3 thoughts on “Haruskah Kerja (kantoran)?

  1. Pingback: Haruskah Kerja (kantoran)? « Life as I Know it | Pusat Informasi Lowongan Kerja

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.